MAJU CEPAT

Wednesday, 17 December 2014

MAKALAH Asuhan KeperawatanGawat Darurat dengan Snake Bit

wakedmelon



Disusun untuk memenuhi tugas KGD II
Dosen Pengampu: Emma Setiyo Wulan, S.Kep.,Ns



Disusun oleh : Kelompok 2
1.      Budi Prasetyo
2.      Dewi Nisrokhayana
3.      Angga Arie Fahmi

PSIK VIIA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
2013/2014


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Hidayah serta Inayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini secara tepat waktu, demi memenuhi tugas KGD II.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua  pihak yang telah membantu baik moral maupun material, antar lain kepada:
  1. Para Dosen STIKES Cendekia Utama Kudus yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk melaksanakan tugas KGD II.
  2. Ibu Ns.Emma Setiyo Wulan, S.Kep yang telah membimbing kami dalam mengerjakan tugas KGD II
  3. Kedua Orang Tua  serta keluarga yang selalu memberikan dukungan baik moral maupun material.
  4. Teman – teman yang selalu memberikan bantuan dan dukungan serta kritik dan saran dalam penyusunan makalah ini.
                                                                                                     
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Sebagai manusia biasa yang tak pernah luput dari kesalahan maka penyusun sadar bahwa isi dari makalah ini jauh dari sempurna. Sehingga penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini.



Kudus,       Oktober  2014

Penulis


DAFTAR ISI (halaman belum sesuai)
Halaman Judul.................................................................................................... i
Kata Pegantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang Masalah................................................................... 1
1.2     Tujuan.............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1     Definisi............................................................................................. 3
2.2     Etiologi............................................................................................. 3
2.3     Klasifikasi........................................................................................ 3
2.4     Manifestasi Klinik............................................................................ 3
2.5     Patofisiologi..................................................................................... 3
2.6     Pathway........................................................................................... 4
2.7     Komplikasi....................................................................................... 4
2.8     Derajat Gigitan Ular ..........................................................................4
2.9     Pemeriksaan Penunjang.................................................................... 5
2.10  Penatalaksanaan.............................................................................. 6
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1     Pengkajian........................................................................................ 7
3.2     Analisa Data .................................................................................... 8
3.3     Diagnosa Keperawatan.................................................................... 9
3.4     Intervensi Keperawatan................................................................... 9
3.5     Implementasi ................................................................................... 10
3.6     Evaluasi ........................................................................................... 10
BAB IV PENUTUP
5.1  Kesimpulan......................................................................................... 11
5.2  Saran................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Insiden kira – kira 8000 orang terkena gigitan ular berbisa setiap tahun di Amerika Serikat, dengan lebih 98% dari gigitan mengenai ekstremitas. Sejak tahun 1960,  rata- rata 14 korban setiap tahun meninggal di Amerika Serikat karena gigitan ular, dengan 70% kebanyakan di lima daerah serikat termasuk Texas, Georgia, Florida, Alabama, dan California Selatan.
Di Amerika Utara ular beracun merupakan anggota keluarga Crotalidae atau pit viper atau dari keluarga elipidae atau ular karang. Keluarga ular Rattle bertanggung jawab atas kira-kira 70% kematian karena gigitan ular, sementara kematian karena gigitan ular jenis kepala kuning tembaga (copperhead) sangat jarang.
Ular berbisa dibandingkan ular tak berbisa pit viper dinamakan demikian karena memiliki ciri lekukan yang sensitif terhadap panas terletak antara mata dan lubang hidung pada tiap sisi kepala. Pit viper juga memiliki pupil berbentuik elips, berlainan dengan pupil bulatyang memiliki ular jenis tak bebahaya. Sebaliknya, ular karang memiliki pupil bulat dan sedikit lekukan pada muka. Pit viper memiliki gigi taring panjang dan sederet gigi subkaudal. Ular tak berbisa banyak memiliki gigi dibanding dengan taring dan mempunyai dua deret gigi subkaudal. Untuk membedakan ular karang berbisa dengan ular lain yang mirip warnanya, harus diingat bahwa ular karang memiliki hidung berwarna hitam dan memiliki juga guratan cincin warna merah yang berdampingan dengan warna kuning.
Bisa dari ular berbisa mengandung hialuronidase, yang menyebabkan bisa dapat menyebar dengan cepat melalui jaringan limfatik superfisisal. Toksin lain yang terkandung dalam bisa ular, antara lain neurotoksin, toksin hemoragik dan trombogenik, toksin hemolitik, sitotoksin, dan antikoagulan.
1.2  Tujuan
a.      Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami tentang gigitan ular dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien tersebut dalam kegawat daruratan.

b.      Tujuan khusus
Mahasiswa mampu :
1.         Memahami tentang definisi ggigitan ular
2.         Memahami tentang etiologi gigitan ular
3.         Memahami tentang patofisiologi gigitan ular
4.         Memahami tentang manifestasi klinis gigitan ular
5.         Memahami tentang komplikasi klien gigitan ular
6.         Memahami tentang penatalaksanaan gigitan ular
7.         Melakukan pengkajian gawat darurat pada klien dengan gigitan ular
8.         Memberikan asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan gigitan ular



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Definisi
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler, dan  sistem pernapasan.
(Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
.
2.2  Etiologi
Secara garis besar ular berbisa dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok:
ØColubridae (Mangroce cat snake, Boiga dendrophilia, dan lain-lain)
ØElapidae (King cobra, Blue coral snake, Sumatran spitting cobra, dll)
ØViperidae (Borneo green pit viper, Sumatran pit viper , dan lain-lain).

2.3  Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang umum ditemukan pada pasien bekas gigitan ular adalah :
ü  Tanda-tanda bekas taring, laserasi
ü  Bengkak dan kemerahan, kadang-kadang bulae atau vasikular
ü  Sakit kepala, mual, muntah
ü  Rasa sakit pada otot-otot, dinding perut
ü  Demam
ü  Keringat dingin

2.4  Patofisiologi
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat:
Ø  Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.
Ø  Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.
Ø  Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan haemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
Ø  Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
Ø  Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.
Ø  Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat patukan
Ø  Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa
2.5  Pathway
Terlampir
2.6  Komplikasi
a. Syokhipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas
2.7    Derajat Gigitan Ular
1.         Derajat 0
v  Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
v   Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
2.         Derajat I
v  Bekas gigitan 2 taring
v   Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
v  Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3.         Derajat II
v  Sama dengan derajat I
v  Petechie, echimosis
v  Nyeri hebat dalam 12 jam
4.         Derajat III
v  Sama dengan derajat I dan II
v  Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5.          Derajat IV
v  Sangat cepat memburuk
2.8  Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang gigitan ular antara lain :
a.       Pemeriksaan laboratorium dasar,
b.      Pemeriksaaan kimia darah,
c.       Hitung sel darah lengkap,
d.      Penentuan golongan darah dan uji silang,
e.       Waktu protrombin,
f.       Waktu tromboplastin parsial,
g.      Hitung trombosit,
h.      Urinalisis,
i.        Penentuan kadar gula darah,
j.        BUN,
k.      elektrolit.
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.

2.9  Kegawatan
a.       Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman ke rumah sakit. Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya.  Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenommasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam  30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan, merupakan tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.
b.      Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap,  penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastinparsial,  hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
c.       Derajat envenom masih harus dinilai, dan observasi 6 jam untuk menghindari penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
d.      Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani syok jika ada.
e.       Pertahan kan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya bila  syok sudah diatasi dan antibiotik bisa diberikan.
f.       Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1  Pengkajian
1.      Identitas
a)      Identitas klien
b)      Identitas penanggung jawab
2.      Riwayat keperawatan
a)      Alasan masuk RS
b)      Keluhan utama
c)      Riwayat kesehatan sekarang
d)     Riwayat kesehatan masa lalu
e)      Riwayat kesehatan keluarga
f)       Riwayat alergi
3.      Pengkajian ABC
1.    Primary survey
¡  Nilai tingkat kesadaran
¡  Lakukan penilaian ABC :
      A – airway: kaji apakah ada muntah, perdarahan
   B – breathing: kaji kemampuan bernafas akibat kelumpuhan otot-otot pernafasan
   C – circulation : nilai denyut nadi dan perdarahan pada bekas patukan, Hematuria, Hematemesis /hemoptisis

Intervensi primer
¡  Bebaskan jalan nafas bila ada sumbatan, suction kalau perlu
¡  Beri O2, bila perlu Intubasi
¡  Kontrol perdarahan, toniquet dengan pita lebar untuk mencegah aliran getah bening (Pita dilepaskan bila anti bisa telah diberikan). Bila tidak ada anti bisa, transportasi secepatnya ke tempat diberikannya anti bisa.
            Catatan : tidak dianjurkan memasang tourniquet untuk arteriel dan insisi luka
§  Pasang infus

2.    Secondary survey dan Penanganan Lanjutan :
¡  Penting menentukan diagnosa patukan ular berbisa
¡  Bila ragu, observasi 24 jam. Kalau gejala keracunan bisa nyata, perlu pemberian anti bisa
¡  Kolaborasi pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular.
Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.
Bila alergi serum kuda :
     - Adrenalin 0,5 mg/SC
     - ABU IV pelan-pelan
¡  Bila tanda-tanda laringospasme, bronchospasme, urtikaria hypotensi : adrenalin 0,5 mg/IM, hydrokortison 100 mg/IV
¡  Anti bisa diulang pemberiannya bila gejala-gejala tak menghilang atau berkurang. Jangan terlambat dalam pemberian ABU, karena manfaat akan berkurang.
¡  Kaji Tingkat kesadaran
            Nilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
¡  Ukur tanda-tanda vital
3.2  Analisa Data
Tgl/jam
Data Fokus
Problem
Etiologi

DS :
DO:


Data subyektif dan Data obyektif sesuai dengan data yang ditemukan pada saat pengkajian

3.3  Diagnosa keperawatan
1)      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan darah pada paru
2)      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan paralisis otot

3.4  Intervensi (tujuan dan kriteria hasil)
1)      Pola  napas tidak efektif  b/d penumpukan cairan darah pada paru.
Intervensi :
Ø  Auskultasi bunyi nafas
     Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
Ø  Pantau frekuensi pernapasan
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi endotoksin.
Ø  Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
Ø  Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam
Ø  Observasi warna kulit dan adanya sianosis
Ø  Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
Ø  Batasi pengunjung klien
Ø  Pantau seri GDA
Ø  Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
Ø  Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
                                                                                (Nanda, 2005: 4)
2. Intoleransi aktifitas b/d paralisis otot
Intervensi:
Ø   Ajarkan tekhnik alih baring setiap 2 jam sekali
Rasional: menghindari adanya luka dekubitus.
Ø  Ajarkan tekhnik latihan otot ringan
Rasional: menghindari adanya kekauan otot berkepanjangan.
Ø  Ajarkan pasien untuk memenuhi kebutuhan pribadi ringan
Rasional: mengurangi tingkat ketergantungan kepada orang lain.

3.5  Implementasi
Mencantumkan tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan prioritas ABCD, dengan urutan tindakan yang dilakukan di IGD (sesuai fakta yang dilakukan/ aplikasi), dilengkapi dengan waktu.

3.6  Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi.
a.  Menunjukan GDA dan frekuensi dalam batas normal dengan bunyi nafas vesikuler
b. Tidak mengalami dispnea atau sianosis
c. Mendemontrasikan suhu dalam batas normal
d.  Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
e. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi









BAB IV
PENUTUP
5.1  Kesimpulan
Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah, meringankan sakit, menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh tubuh sebelum dibawa ke rumah sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan torniket dianjurkan. Seiring berkembangannya ilmu pengetahuan kini dikembangkan metode penanganan yang lebih baik yakni metode pembalut dengan penyangga. Idealnya digunakan pembalut dari kain tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat juga digunakan sobekan pakaian atau baju yang disobek menyerupai pembalut. Metode ini dikembangkan setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui pembuluh limfa dari korban. Diharapkan dengan membalut bagian yang tergigit maka produksi getah bening dapat berkurang sehingga menghambat penyebaran bisa sebelum korban mendapat ditangani secara lebih baik di rumah sakit

5.2  Saran
              Segera bawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Informasikan kepada dokter mengenai penyakit yang diderita pasien seperti asma dan alergi pada obat – obatan tertentu, atau pemberian antivenom sebelumnya. Ini penting agar dokter dapat memperkirakan kemungkinan adanya reaksi dari pemberian antivenom selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

-          Nana,Sufyan.2012.Askepgigitan ular,
-          http://aniza92.blogspot.com/2011/11/askep-gadar-gigitan-ular.html diakses pada 10 oktober 2014.
-          Nanda nic-noc.2013.panduan penyusunan asuhan keperawatan profesional

0 komentar:

Post a Comment

Keindahan Alam

Drag Bike Indonesia

Motocross Nasional Dan Internasional

 

facebook