Disusun
untuk memenuhi tugas KGD II
Dosen Pengampu: Emma Setiyo Wulan, S.Kep.,Ns
Disusun
oleh : Kelompok 2
1. Budi Prasetyo
2. Dewi Nisrokhayana
3. Angga Arie Fahmi
PSIK VIIA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
2013/2014
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Hidayah serta Inayah-Nya, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini secara tepat waktu, demi memenuhi
tugas KGD II.
Pada kesempatan ini
penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu baik moral maupun material, antar lain kepada:
- Para Dosen STIKES Cendekia Utama Kudus yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk melaksanakan tugas KGD II.
- Ibu Ns.Emma Setiyo Wulan, S.Kep yang telah membimbing kami dalam mengerjakan tugas KGD II
- Kedua Orang Tua serta keluarga yang selalu memberikan dukungan baik moral maupun material.
- Teman – teman yang selalu memberikan bantuan dan dukungan serta kritik dan saran dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Sebagai manusia biasa yang tak pernah
luput dari kesalahan maka penyusun sadar bahwa isi dari makalah ini jauh dari
sempurna. Sehingga penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Kudus, Oktober
2014
Penulis
DAFTAR ISI (halaman
belum sesuai)
Halaman Judul.................................................................................................... i
Kata Pegantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah................................................................... 1
1.2 Tujuan.............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi............................................................................................. 3
2.2 Etiologi............................................................................................. 3
2.3 Klasifikasi........................................................................................ 3
2.4 Manifestasi
Klinik............................................................................ 3
2.5 Patofisiologi..................................................................................... 3
2.6 Pathway........................................................................................... 4
2.7 Komplikasi....................................................................................... 4
2.8 Derajat
Gigitan Ular ..........................................................................4
2.9 Pemeriksaan
Penunjang.................................................................... 5
2.10 Penatalaksanaan.............................................................................. 6
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian........................................................................................ 7
3.2 Analisa Data .................................................................................... 8
3.3 Diagnosa
Keperawatan.................................................................... 9
3.4 Intervensi
Keperawatan................................................................... 9
3.5 Implementasi ................................................................................... 10
3.6 Evaluasi ........................................................................................... 10
BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan......................................................................................... 11
5.2 Saran................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Insiden kira – kira 8000 orang terkena
gigitan ular berbisa setiap tahun di Amerika Serikat, dengan lebih 98% dari
gigitan mengenai ekstremitas. Sejak tahun 1960,
rata- rata 14 korban setiap tahun meninggal di Amerika Serikat karena
gigitan ular, dengan 70% kebanyakan di lima daerah serikat termasuk Texas,
Georgia, Florida, Alabama, dan California Selatan.
Di Amerika Utara ular beracun
merupakan anggota keluarga Crotalidae atau pit viper atau dari keluarga
elipidae atau ular karang. Keluarga ular Rattle bertanggung jawab atas
kira-kira 70% kematian karena gigitan ular, sementara kematian karena gigitan
ular jenis kepala kuning tembaga (copperhead) sangat jarang.
Ular berbisa dibandingkan ular
tak berbisa pit viper dinamakan demikian karena memiliki ciri lekukan yang
sensitif terhadap panas terletak antara mata dan lubang hidung pada tiap sisi
kepala. Pit viper juga memiliki pupil berbentuik elips, berlainan dengan pupil
bulatyang memiliki ular jenis tak bebahaya. Sebaliknya, ular karang memiliki
pupil bulat dan sedikit lekukan pada muka. Pit viper memiliki gigi taring
panjang dan sederet gigi subkaudal. Ular tak berbisa banyak memiliki gigi
dibanding dengan taring dan mempunyai dua deret gigi subkaudal. Untuk
membedakan ular karang berbisa dengan ular lain yang mirip warnanya, harus diingat
bahwa ular karang memiliki hidung berwarna hitam dan memiliki juga guratan
cincin warna merah yang berdampingan dengan warna kuning.
Bisa dari ular berbisa
mengandung hialuronidase, yang menyebabkan bisa dapat menyebar dengan cepat
melalui jaringan limfatik superfisisal. Toksin lain yang terkandung dalam bisa
ular, antara lain neurotoksin, toksin hemoragik dan trombogenik, toksin
hemolitik, sitotoksin, dan antikoagulan.
1.2
Tujuan
a.
Tujuan
umum
Mahasiswa mampu memahami tentang gigitan ular dan mampu memberikan
asuhan keperawatan pada klien tersebut dalam kegawat daruratan.
b.
Tujuan
khusus
Mahasiswa
mampu :
1.
Memahami tentang definisi ggigitan ular
2.
Memahami tentang etiologi gigitan ular
3.
Memahami tentang patofisiologi gigitan ular
4.
Memahami tentang manifestasi klinis gigitan ular
5.
Memahami tentang komplikasi klien gigitan ular
6.
Memahami tentang penatalaksanaan gigitan ular
7.
Melakukan pengkajian gawat darurat pada klien dengan gigitan ular
8.
Memberikan asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan gigitan ular
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Gigitan ular adalah suatu keadan
yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Bisa ular adalah kumpulan dari
terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang
mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler, dan sistem pernapasan.
(Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
.
2.2
Etiologi
Secara garis besar ular berbisa
dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok:
ØColubridae (Mangroce cat
snake, Boiga dendrophilia, dan lain-lain)
ØElapidae (King cobra, Blue
coral snake, Sumatran spitting cobra, dll)
ØViperidae (Borneo green pit viper,
Sumatran pit viper , dan lain-lain).
2.3
Manifestasi
klinis
Tanda dan gejala yang umum ditemukan
pada pasien bekas gigitan ular adalah :
ü Tanda-tanda bekas taring, laserasi
ü Bengkak dan kemerahan, kadang-kadang
bulae atau vasikular
ü Sakit kepala, mual, muntah
ü Rasa sakit pada otot-otot, dinding
perut
ü Demam
ü Keringat dingin
2.4
Patofisiologi
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air
liur. Bisa tersebut bersifat:
Ø Neurotoksin:
berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralise
otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler
yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.
Ø Haemotoksin:
bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau
menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri
sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka
bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria,
hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.
Ø Myotoksin:
mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan haemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
Ø Kardiotoksin:
merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
Ø Cytotoksin:
dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler.
Ø Cytolitik:
zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
patukan
Ø Enzim-enzim:
termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa
2.5
Pathway
Terlampir
2.6
Komplikasi
a. Syokhipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas
2.7 Derajat
Gigitan Ular
1.
Derajat 0
v Tidak ada gejala sistemik setelah 12
jam
v Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
2.
Derajat I
v Bekas gigitan 2 taring
v Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
v Tidak ada tanda-tanda sistemik
sampai 12 jam
3.
Derajat II
v Sama dengan derajat I
v Petechie, echimosis
v Nyeri hebat dalam 12 jam
4.
Derajat
III
v Sama dengan derajat I dan II
v Syok dan distres nafas / petechie,
echimosis seluruh tubuh
5.
Derajat IV
v Sangat cepat memburuk
2.8 Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang gigitan ular antara lain :
a. Pemeriksaan laboratorium dasar,
b. Pemeriksaaan kimia darah,
c. Hitung sel darah lengkap,
d. Penentuan golongan darah dan uji silang,
e. Waktu protrombin,
f. Waktu tromboplastin parsial,
g. Hitung trombosit,
h. Urinalisis,
i.
Penentuan kadar gula darah,
j.
BUN,
k. elektrolit.
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
2.9
Kegawatan
a. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman ke rumah sakit. Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenommasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan, merupakan tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.
b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastinparsial, hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
c. Derajat envenom masih harus dinilai, dan observasi 6 jam untuk menghindari penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
d. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani syok jika ada.
e. Pertahan kan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya bila syok sudah diatasi dan antibiotik bisa diberikan.
f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Identitas
a)
Identitas
klien
b)
Identitas
penanggung jawab
2.
Riwayat
keperawatan
a)
Alasan
masuk RS
b)
Keluhan
utama
c)
Riwayat
kesehatan sekarang
d)
Riwayat
kesehatan masa lalu
e)
Riwayat
kesehatan keluarga
f)
Riwayat
alergi
3.
Pengkajian
ABC
1. Primary
survey
¡ Nilai tingkat kesadaran
¡ Lakukan penilaian ABC :
A – airway: kaji apakah ada muntah, perdarahan
B – breathing: kaji kemampuan bernafas akibat
kelumpuhan otot-otot pernafasan
C – circulation : nilai denyut nadi dan perdarahan
pada bekas patukan, Hematuria, Hematemesis /hemoptisis
Intervensi primer
¡ Bebaskan jalan nafas bila ada
sumbatan, suction kalau perlu
¡ Beri O2, bila perlu Intubasi
¡ Kontrol perdarahan, toniquet dengan
pita lebar untuk mencegah aliran getah bening (Pita dilepaskan bila anti bisa
telah diberikan). Bila tidak ada anti bisa, transportasi secepatnya ke tempat
diberikannya anti bisa.
Catatan
:
tidak dianjurkan memasang tourniquet untuk arteriel dan insisi luka
§ Pasang infus
2. Secondary
survey dan Penanganan Lanjutan :
¡ Penting menentukan diagnosa patukan
ular berbisa
¡ Bila ragu, observasi 24 jam. Kalau
gejala keracunan bisa nyata, perlu pemberian anti bisa
¡ Kolaborasi pemberian serum antibisa.
Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah
antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa
bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular.
Serum
antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang
luas.
Bila alergi serum kuda :
- Adrenalin 0,5 mg/SC
- ABU IV pelan-pelan
¡ Bila tanda-tanda laringospasme,
bronchospasme, urtikaria hypotensi : adrenalin 0,5 mg/IM, hydrokortison 100
mg/IV
¡ Anti bisa diulang pemberiannya bila
gejala-gejala tak menghilang atau berkurang. Jangan terlambat dalam pemberian
ABU, karena manfaat akan berkurang.
¡ Kaji Tingkat kesadaran
Nilai
dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
¡ Ukur tanda-tanda vital
3.2 Analisa
Data
Tgl/jam
|
Data Fokus
|
Problem
|
Etiologi
|
|
DS :
DO:
|
|
|
Data subyektif dan Data obyektif sesuai dengan data yang
ditemukan pada saat pengkajian
3.3 Diagnosa
keperawatan
1)
Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan darah pada paru
2) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan paralisis otot
3.4 Intervensi
(tujuan dan kriteria hasil)
1) Pola
napas tidak efektif b/d penumpukan
cairan darah pada paru.
Intervensi :
Intervensi :
Ø Auskultasi
bunyi nafas
Rasional:
Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari
kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
Ø Pantau
frekuensi pernapasan
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena
hipoksemia, stres, dan sirkulasi endotoksin.
Ø Atur
posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
Ø Motivasi
/ Bantu klien latihan nafas dalam
Ø Observasi
warna kulit dan adanya sianosis
Ø Kaji
adanya distensi abdomen dan spasme otot
Ø Batasi
pengunjung klien
Ø Pantau
seri GDA
Ø Bantu
pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
Ø Beri
O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
(Nanda, 2005: 4)
2. Intoleransi aktifitas b/d paralisis otot
Intervensi:
Intervensi:
Ø Ajarkan tekhnik alih baring setiap 2
jam sekali
Rasional: menghindari
adanya luka dekubitus.
Ø Ajarkan tekhnik latihan otot ringan
Rasional: menghindari
adanya kekauan otot berkepanjangan.
Ø Ajarkan pasien untuk
memenuhi kebutuhan pribadi ringan
Rasional: mengurangi
tingkat ketergantungan kepada orang lain.
3.5 Implementasi
Mencantumkan
tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan prioritas ABCD, dengan urutan
tindakan yang dilakukan di IGD (sesuai fakta yang dilakukan/ aplikasi),
dilengkapi dengan waktu.
3.6 Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak
kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta
apakah perlu dilakukan perubahan intervensi.
a. Menunjukan GDA dan frekuensi dalam
batas normal dengan bunyi nafas vesikuler
b. Tidak mengalami dispnea atau sianosis
c. Mendemontrasikan suhu dalam batas normal
d. Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
e. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
BAB
IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Prinsip Pertolongan Pertama pada
korban gigitan ular adalah, meringankan sakit, menenangkan pasien dan berusaha agar
bisa ular tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh tubuh sebelum dibawa ke rumah
sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan torniket
dianjurkan. Seiring berkembangannya ilmu pengetahuan kini dikembangkan
metode penanganan yang lebih baik yakni metode pembalut dengan penyangga.
Idealnya digunakan pembalut dari kain tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat
juga digunakan sobekan pakaian atau baju yang disobek menyerupai pembalut.
Metode ini dikembangkan setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui pembuluh
limfa dari korban. Diharapkan dengan membalut bagian yang tergigit maka
produksi getah bening dapat berkurang sehingga menghambat penyebaran bisa
sebelum korban mendapat ditangani secara lebih baik di rumah sakit
5.2 Saran
Segera
bawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Informasikan kepada dokter mengenai
penyakit yang diderita pasien seperti asma dan alergi pada obat – obatan
tertentu, atau pemberian antivenom sebelumnya. Ini penting agar dokter dapat
memperkirakan kemungkinan adanya reaksi dari pemberian antivenom selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Nana,Sufyan.2012.Askepgigitan
ular,
(online)http://sufyannana.blogspot.com/2012/12/askep-gigitan-ular.html, diakses pada 10 Oktober 2014.
-
Nanda
nic-noc.2013.panduan penyusunan asuhan keperawatan profesional
0 komentar:
Post a Comment