Disusun
untuk memenuhi tugas KGD II
Dosen Pengampu: Emma Setiyo Wulan, S.Kep.,Ns

Disusun oleh : Kelompok
1
1. Arum
Lestari
2. Farichatul
Maftuchah
3. Indah
Ratnasari
4. Mutia
Rini
5. Ria
Henny Lestari
6. Siti
Aminatuzzulfa
7. Trijamilatun
Solekah
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
2013/2014
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
2013/2014
KATA PENGANTAR
Segala puji
dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Hidayah serta Inayah-Nya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini secara tepat waktu, demi
memenuhi tugas KGD II.
Pada
kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik moral maupun
material, antar lain kepada:
- Para Dosen STIKES Cendekia Utama Kudus yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk melaksanakan tugas KGD II.
- Ibu Ns.Emma Setiyo Wulan, S.Kep yang telah membimbing kami dalam mengerjakan tugas KGD II
- Kedua Orang Tua serta keluarga yang selalu memberikan dukungan baik moral maupun material.
- Teman – teman yang selalu memberikan bantuan dan dukungan serta kritik dan saran dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata,
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Sebagai manusia biasa yang tak
pernah luput dari kesalahan maka penyusun sadar bahwa isi dari makalah ini jauh
dari sempurna. Sehingga penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Kudus, Oktober
2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................... i
Kata Pegantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah................................................................... 1
1.2 Tujuan.............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi............................................................................................. 5
2.2 Etiologi............................................................................................. 5
2.3 Klasifikasi........................................................................................ 5
2.4 Manifestasi
Klinik............................................................................ 6
2.5 Patofisiologi..................................................................................... 7
2.6 Pathway........................................................................................... 8
2.7 Komplikasi....................................................................................... 8
2.8 Pemeriksaan
Penunjang.................................................................... 8
2.9 Penatalaksanaan............................................................................... 9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian........................................................................................ 11
3.2 Analisa Data .................................................................................... 12
3.3 Diagnosa
Keperawatan.................................................................... 12
3.4 Intervensi
Keperawatan................................................................... 13
3.5 Implementasi ................................................................................... 15
3.6 Evaluasi ........................................................................................... 15
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan ....................................................................................... 16
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan......................................................................................... 20
5.2 Saran................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penyakit
Ginjal kini telah menjadi masalah kesehatan serius di dunia. Menurut (WHO,
2002) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah
menyebabkan kematian sebesar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan
bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke-12 tertinggi angka kematian. Penyakit
Ginjal Kronik merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal
yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal(Suwitra, 2006).
Di
Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidensi penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus per juta penduduk per tahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya (Suwitra, 2006).
Prevalensi
penyakit ginjal kronik atau disebut juga Chronic Kidney Disease (CKD)
meningkat setiap tahunnya. Dalam kurun waktu 1999 hingga 2004, terdapat 16,8 %
dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun mengalami Penyakit Ginjal Kronik.
Persentase ini meningkat bila dibandingkan data 6 tahun sebelumnya, yaitu 14,5%
(CDC, 2007).
Di
masa depan penderita Penyakit Ginjal Kronik digambarkan akan meningkat jumlah
penderitanya. Hal ini disebabkan prediksi akan terjadi suatu peningkatan luar
biasa dari diabetes mellitus dan hipertensi di dunia ini karena meningkatnya
kemakmuran akan disertai dengan bertambahnya umur manusia, obesitas dan
penyakit degeneratif (Roesma, 2008).
Enam
negara dunia dengan penduduk melebihi 50% penduduk dunia adalah Cina, India,
USA, Indonesia, Brazil dan Rusia, tiga negara terakhir termasuk negara
berkembang dimana penyakit ginjal kronik tentunya ada tapi tidak dapat
ditanggulangi secara baik karena terbatasnya daya dan data. Prediksi
menyebutkan bahwa pada tahun 2015 tiga juta penduduk dunia perlu menjalani
pengobatan pengganti untuk gagal ginjal terminal atau End Stage Renal
Disease (ESRD) dengan perkiraan peningkatan 5% per
tahunnya(Roesma, 2008).
Mempelajari
data ESRD dunia mengesankan adanya peningkatan yang signifikan setiap tahun
dari kejadian ESRD mulai dari tahun 2000 dan seterusnya, baik negara berkembang
maupun negara maju. Di Asia, Jepang tercatat mempunyai populasi ESRD tertinggi
1800 per juta penduduk dengan 220 kasus baru per tahun, suatu peningkatan 4.7 %
dari tahun sebelunya. Negara berkembang di Asia Tenggara pencatatannya belum
meyakinkan, kecuali Sigapura dan Thailand (Roesma, 2008).
Ginjal
dan hipertensi berkaitan dengan erat, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan
ginjal dan kerusakan ginjal menyebabkan hipertensi. Kekhawatiran akan timbulnya
PGK akibat hipertensi tidaklah berlebihan. Prevalensi Hipertensi di populasi
cukup tinggi dan data mengindikasikan adanya kaitan antara PGK dan hipertensi
(Prodjosudjadi, 2008).
Hipertensi
sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, karena
prevalensinya yang meningkat juga karena masih banyaknya penderita hipertensi
yang belum mendapatkan pengobatan yang memadai maupun bila sudah mendapatkan
pengobatan tapi masih banyak juga penderita yang tekanan darahnya tidak
terkontrol mencapai target 140/90 mmHg. Adanya penyakit penyerta serta
komplikasi akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Tessy, 2006).
Penyakit
ginjal dan hipertensi dapat menjadi penyakit ginjal kronik (PGK) dan bila tidak
diatasi akan berkembang ke gagal ginjal terminal yang memerlukan terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Prodjosudjadi,
2008).
Penyakit
ginjal kronik merupakan penyakit yang saat ini jumlahnya sangat meningkat, dari
survei yang dilakukan oleh Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) pada
tahun 2009, Prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 12,5%, yang
berarti terdapat 18 juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit ginjal
kronik (Siallagan,2012).
Hasil
penelitian Sinabariba (2002), terdapat 158 penderita PGK di RSUP. H. Adam Malik
Medan selama periode tahun 2000-2001. Hasil penelitian Handayani (2006) di
Rumah Sakit Tembakau Deli PTP. Nusantara II Medan terdapat 126 penderita PGK
yang dirawat inap di rumah sakit tersebut selama priode 2002 – 2004, dimana
tahun 2002 sebanyak 32 orang (25,40%) tahun 2003 sebanyak 36 orang (28,57%) dan
tahun 2004 sebanyak 58 orang (46,03%). Berdasarkan Hasil penelitian Ginting
(2008) terjadi peningkatan penderitaPGK dari tiga tahun sebelumnya di RSUP. H.
Adam Malik Medan, dimana selama periode 2004 – 2007 terdapat 934 penderita PGK
yang dirawat inap dengan perincian, pada tahun 2004 sebanyak 116 orang (12,5%)
tahun 2005 sebanyak 189 orang (20,2%) tahun 2006 sebanyak 275 orang (29,4%) dan
tahun 2007 sebanyak 354 orang (37,9%). Hasil penelitian Romauli (2009) di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi tahun 2007 – 2008 terdapat
148 penderita PGK yaitu 80 penderita pada tahun 2007, dan 68 penderita PGK pada
tahun 2008. Kemudian Hasil penelitian Umri (2011), terdapat 265 penderita PGK
pada tahun 2010 di RSU. Dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan survei pendahuluan di
RSUP. H. Adam Malik Medan, terdapat peningkatan jumlah penderita PGK yang
sangat drastis mencapai 633 penderita pada tahun 2011. Berdasarkan uraian latar
belakang tersebut, diperlukan penelitian untuk mengetahui karakteristik dan
penatalaksanaan penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.
1.2 Tujuan
a. Tujuan
umum
Mahasiswa
mampu memahami tentang gagal ginjal dan mampu memberikan asuhan keperawatan
pada klien tersebut dalam kegawat daruratan.
b. Tujuan
khusus
Mahasiswa
mampu :
1.
Memahami tentang definisi gagal ginjal
2.
Memahami tentang etiologi gagal ginjal
3.
Memahami tentang patofisiologi gagal ginjal
4.
Memahami tentang manifestasi klinis gagal ginjal
5.
Memahami tentang komplikasi klien gagal ginjal
6.
Memahami tentang penatalaksanaan gagal ginjal
7.
Melakukan pengkajian gawat darurat pada klien dengan gagal
ginjal
8.
Memberikan asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan gagal ginjal
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian
Gagal
Ginjal adalah suatu penyakit dimana
fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu
bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga
keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah
atau produksi urine. (Lumenta,1992)
Gagal ginjal atau juga disebut
insufisiensi ginjal adalah kondisi dimana ginjal tidak lagi berfungsi cukup
untuk mempertahankan keadaan normal kesehatan. (Smeltzer,2001)
.
2.2 Etiologi
Etiologi gagal ginjal menurut (Boswick,2001) antara lain meliputi :
1) Infeksi :
Pielonefritis kronik
2)
Penyakit peradangan :
Glomerulonefritis
3)
Penyakit vascular hipertensi :
Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
4)
Gangguan jaringan penyambung : Lupus
eritematosus sistemik, Poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5)
Gangguan kongerital dan hereditas :
Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.
6)
Penyakit metabolic : Diabetes
militus, gout, hiperpara tiroidisme, amiloidosis.
7)
Nefropati toksik : Penyalahgunaan
analgesik, nefropati timbale.
2.3 Klasifikasi
Gagal Ginjal
Klasifikasi
gagal ginjal antara lain :
1)
Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan klinis dimana terjadi penurunan
fungsi ginjal secara mendadak yang berakibat kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis tubuh hilang, dan disertai gejala-gejala sebagai
akibat :
§ Gangguan keseimbangan air dan elektrolit
§ Gangguan keseimbangan asam-basa
§ Gangguan eliminasi limbah metabolisme, misalnya ureum, creatinin
Gagal ginjal akut biasanya disertai anuria, oliguria,
produksi urin normal maupun poliuria
2)
Gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronis
atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah). (Chris Brooker,2008)
2.4 Manifestasi
klinis
Adapun tanda dan
gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut antara lain :
1) Bengkak
mata
2) Nyeri
pinggang hebat (kolik)
3) kencing
Sakit
4) Demam
5) Kencing
sedikit
6) Kencing
merah /darah, sering kencing. (Boswick,2001)
Sedangkan
tanda dan gejala yang mungkin timbul oleh adanya gagal ginjal kronik antara
lain :
3) Nafsu
makan berkurang,
4) Mual,
muntah,
5) Kencing
berkurang,
6) Sesak
napas
7) Pucat/anemia.
8) Kelainan
urin: Protein, Eritrosit, Lekosit.
9)
Kelainan hasil
pemeriksaan Lab. lain: Creatinine darah naik, Hb turun, Urin: protein selalu
positif. (Boswick,2001)
2.5 Patofisiologi
Pada
waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu. ( Barbara C Long, 1996)
Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth,
2001).
Perjalanan umum
gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
·
Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin
serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik.
·
Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25%
dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas
normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia
ringan, timbul nokturia dan poliuri.
·
Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90%
massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal,
kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum
dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri.
(Price, 1992)
2.6 Pathway
Terlampir
2.7 Komplikasi
Komplikasi gagal ginjal menurut
(Smeltzer,2011)
sebagai berikut :
1) Jantung (udema paru, aritmia)
2) Gangguan elektrolit (hiperkalemia, hiponatremia)
3) Neurologi (kejang,tremor)
4) Gastrointestinal (nausea,muntah)
5) Hematologi (anemia)
6) Infeksi (pneumonia,septikemis)
2.8 Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang gagal
ginjal antara lain :
a.
Urine
: Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein
b.
Darah
: BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium,
Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.
c.
KUB
Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi
d.
Pielografi
retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
e.
Arteriogram
ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstraskular, massa.
f.
Sistouretrogram
berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih,refluks ureter,retensi
g.
Ultrasono
ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas.
h.
Biopsi
ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis
i.
Endoskopi
ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menemukan pelvis ginjal ; keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
j.
EKG
: Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis. (Smeltzer,2001).
2.9 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan
kedaruratan
Terapi cairan :
dengan memberikan infus garam isotonik atau Ringer’s Lactate sebanyak 20 ml/kg
berat badan selama 1 jam, dilanjutkan pemberian diuretik. (Hudak,2002)
b. Penatalaksanaan
untuk gagal ginjal menurut (Smeltzer,2001) sebagai
berikut :
1)
Pengobatan dan dialisis
Tujuan dari pengobatan adalah menemukan dan mengobati penyebab dari gagal
ginjal akut. Selain itu pengobatan dipusatkan untuk mencegah penimbunan cairan
dan limbah metabolik yang berlebihan. Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah
atau mengobati infeksi. Untuk meningkatkan jumlah cairan yang dibuang melalui
ginjal, bisa diberikan diuretik. Kadang diberikan natrium polistiren sulfonat
untuk mengatasi hiperkalemia. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah
komplikasi gagal ginjal akut yang serius seperti hiperkalemia, perikarditis dan
kejang. Untuk membuang kelebihan cairan dan limbah metabolik bisa dilakukan
dialisa. Dengan dialisa penderita akan merasa lebih baik dan lebih mudah untuk
mengendalikan gagal ginjal.
2)
Pertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan
didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral,
konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis
pasien. Masukan
dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses dan
drainase luka serta respirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantian cairan.
3. Pertimbangan nutrisi
Diet protein dibatasi sampai 1 g/kg
selama fase oliguria untuk menurunkan pemecahan protein dan mencegah akumulasi
produk akhir toksik Kebutuhan kalori dipenuhi dengan pemberian diet tinggi
karbohidrat, karena karbohidrat memiliki efek terhadap protein yang luas (pada
diet tinggi karbohidrat, protein tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi
tetapi dibagi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan). Makanan dan cairan
yang mengandung kalium dan fosfat ( pisang, buah, jus jeruk dan kopi) dibatasi.
Masukan kalium biasanya dibatasi sampai 2 g/ hari.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Identitas
a)
Identitas
klien
b)
Identitas
penanggung jawab
2.
Riwayat
keperawatan
a)
Alasan
masuk RS
b)
Keluhan
utama
c)
Riwayat
kesehatan sekarang
d)
Riwayat
kesehatan masa lalu
e)
Riwayat
kesehatan keluarga
f)
Riwayat
alergi
3.
Pengkajian
ABCD
a)
Pengkajian Primer
A(Airway)
Adanya
sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan
reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
a) Chin
lift / jaw trust
b) Suction
/ hisap
c) Guedel
airway/OPA
d) Intubasi
trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
B(Breathing)
Kelemahan menelan/
batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak
teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor, stidor/
ngorok, ekspansi dinding dada.
C(Circulation)
Tekanan darah dapat
normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, sianosis pada tahap lanjut.
D(Disability)
Menilai kesadaran
dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau atau sama sekali
tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang cukup jelasa dan
cepat adalah
Awake
Respon bicara
Respon nyeri
Tidak ada respon
b)
Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder
dilakukan setelah primary survey dikaji dan dilakukan tindakan meliputi
pemeriksaan fisik, pola fungsional, pemeriksaan diagnostik, terapi.
3.2 Analisa Data
|
Tgl/jam
|
Data Fokus
|
Problem
|
Etiologi
|
|
|
DS :
DO:
|
|
|
Data subyektif dan Data obyektif sesuai dengan data yang
ditemukan pada saat pengkajian
3.3 Diagnosa keperawatan
1)
Kelebihan
Volume cairan berhubungan dengan udem sekunder :volume cairan tidak seimbang
oleh karena retensi Na dan H2O.
2) Perubahan pola nafas
berhubungan dengan
hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik
3)
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2
ke jaringan menurun.
4)
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang
tidak adekuat, keletihan.
3.4 Intervensi (tujuan dan kriteria hasil)
1.
Kelebihan Volume cairan berhubungan dengan edema sekunder :
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
NOC : Electrolit and acid base balance
NIC :
a.
Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
b.
Pasang urin kateter jika diperlukan
c.
Monitor hasil lab yang sesuai dengan
retensi cairan (BUN , Hmt ,osmolalitas urin )
d.
Monitor vital sign
e.
Monitor indikasi retensi / kelebihan
cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)
2.
Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
NOC : Respiratory Status
NIC :
a.
Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
b.
Monitor respirasi dan status O2
c.
Posisikan pasien semifowler untuk
memaksimalkan ventilasi
3.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2
ke jaringan menurun.
NOC :
Circulation Status
NIC :
a. Monitor
TTV
b. Monitor
ukuran pupil, CRT, SPO2
c. Monitor
BUN, Creat, HMT dan elektrolit
4.
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
NOC :
Nutritional status
NIC :
a.
Kaji adanya alergi makanan
b.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c.
Monitor mual dan muntah
d.
Beri makan sedikit tapi
sering.
e.
Awasi konsumsi makanan / cairan
5.
Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan pruritis
NOC : Tissue Integrity
NIC :
a.
Hindari kerutan pada tempat tidur
b.
Jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering
c.
Mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien) setiap dua jam sekali
d.
Monitor kulit akan adanya kemerahan
6.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
NOC : Self Care
NIC :
a.
Observasi adanya pembatasan klien
dalam melakukan aktivitas
b.
Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
(takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
3.5 Implementasi
Mencantumkan tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai
dengan prioritas ABCD, dengan urutan tindakan yang dilakukan di IGD (sesuai
fakta yang dilakukan/ aplikasi), dilengkapi dengan waktu.
3.6 Evaluasi
Respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan yang
terdiri dari respon objektif dan subyektif.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus
ini membahas tentang asuhan keperawatan klien dengan gagal ginjal kronis/CKD
terkait pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi,
dan evaluasi yang ditemukan pada Tn. D.
A. Pengkajian
Pada kasus ini klien di diagnosa
dengan gagal ginjal kronis stadium V. Klien juga menderita diabetes melitus,
hipertensi serta anemia, dan hepatitis C. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan
hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa medis
tersebut sangat erat kaitannya jika dihubungkan dengan perjalanan penyakit yang
dialami klien. American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005)
menyebutkan bahwa diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan
salah satunya organ ginjal dikenal dengan nefropati diabetikum sebagai penyebab
gagal ginjal. Selain itu, klien juga mengalami anemia hal ini terjadi karena
gangguan produksi sel darah merah, penurunan rentang hidup SDM, dan peningkatan
kecendrungan perdarahan (akibat kerusakan fungsi trombosit) (Betz & Showen,
2009).
Sedangkan hipertensi dapat terjadi
karena sekitar 90% hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan dengan
retensi air dan natrium, sementara < 10% bergantung pada renin. Hal ini
karena tekanan darah adalah hasil perkalian dari curah jantung dengan tahanan
perifer. Pada gagal ginjal, volum cairan tubuh meningkat sehingga meningkatkan
curah jantung. Keadaan ini meningkatkan tekanan darah. Selain itu, kerusakan
nefron akan memacu sekresi renin yang akan mempengaruhi tahanan perifer
sehingga semakin meningkat (Price & Wilson, 2006).
Hipertensi dan gagal ginjal
membentuk suatu lingkaran setan. Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal,
sebaliknya gagal ginjal kronik dapat menimbulkan hipertensi. Dari hasil
pemeriksaan fisik klien mengalami edema pada
wajah, kedua tangan dan kedua kaki, Intake cairan: 600 ml, Output cairan: 420
ml (Urine 100 ml kuning pekat, IWL 120 ml, BAB 200 ml), Balance: +180 ml, BB 70
kg, TD 170/100 mmHg, Kulit kurang elastis (kembali dalam > 3 detik), CRT
> 3 detik, Ur 104 mg/dl, Cr 5.3 mg/dl, Albumin 2.3 mg/dl. Edema terjadi
karena klien mengalami retensi natrium dan air akibat dari kerusakan ginjal
yang mengakibatkan kemampuan ginjal terbatas untuk mengeluarkan sodium kedalam
urin. Selain itu, hipoalbumin erat kaitannya dengan edema karena
hipoalbumin menyebabkan menurunnya tekanan onkotik koloid yang
mempengaruhi perpindahan cairan ke intertitial akibatnya tidak ada yang
menahan cairan tetap berada di intravascular sehingga terjadi penurunan
volume darah arteri total dan efektif, sehingga stimulus untuk terjadinya
retensi garam dan air tidak dapat dikurangi sehingga tetap menyebabkan edema
(Isselbacher et all, 2004).
Klien mengalami uremia atau sindrom
uremik pada Tn. D merupakan salah satu tanda bahwa klien sudah mengalami
kerusakan ginjal tahap akhir/ End Stage Renal Disease (ESRD). Hal ini karena
pada gagal ginjal kronis stadium V fungsi ginjal menurun dengan cepat yang
dapat menyebabkan gangguan ekskresi urea dan kreatinin sehingga urea dan
kreatinin akan tertahan di dalam darah, hal ini akan menyebabkan intoksikasi
oleh urea dalam konsentrasi tinggi (uremia) serta kreatinin ynag tinggi yang
dapat menyebabkan perubahan terhadap fungsi biokimia dan fisiologis
(Alper & Sheneva, 2010).
Oleh sebab itu, klien dengan gagal
ginjal tahap akhir stadium V ini memerlukan terapi pengganti salah satunya
hemodialisa yang juga dilakukan pada Tn. D. Hasil pemeriksaan fisik klien juga
ditemukan Kulit pucat, Konjungtiva anemis, Akral dingin, CRT > 3 dtk, serta
hasil pemeriksaan hematologi 28/1/2014:Hb 9.4 g/dl, Ht 27 %. Hal ini
menunjukkan bahwa klien mengalami anemia. Anemia terjadi karena gangguan
produksi sel darah merah, penurunan rentang hidup SDM, dan peningkatan
kecendrungan perdarahan (akibat kerusakan fungsi trombosit) (Betz & Showen,
2009).
Klien juga mengeluh mual. Mual
terjadi karena terjadi peningkatan ureum dalam darah yang merangsang sekresi
HCl sehingga menstimulasi sensasi mual pada klien. Hasil pemeriksaan analisa
gas darah ateri pada tanggal 27 januari 2014 klien didapatkan pH : 7.137, pCO2:
17.4 mmHg, pO2 109.0 mmHg, HCO3: 5.9 mmol/l, kelebihan O2 -20.4 mmol/l, dan
saturasi oksigen 91,4%. Hal ini menunjukkan bahwa klien mengalami asidosis
metabolik. Ginjal diketahui berperan sebagai keseimbangan asam basa. Pada
klien dengan gagal ginjal kronis ini mengalami gangguan reabsorbsi bikarbonat
dan penurunan produksi amonia yang mengakibatkan terjadinya asidosis metabolik
(Betz & Showen, 2009).
B. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berbeda dengan
diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien
terhadap masalah medis atau bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien
sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan (Schultz &
Videbeck dalam Nurjannah, 2005).
Penentuan diagnosa keperawatan dalam
kasus Tn. D ini sudah dilakukan sesuai dengan SOP baku diagnosa keperawatan
sesuai NANDA, disesuaikan dengan data subjektif dan objektif yang muncul pada
klien. Dari data yang di dapatkan maka diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu
kelebihan volume cairan, ketidakefektipan perfusi jaringan perifer, serta
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
C. Intervensi dan Implementasi
Keperawatan
Intervensi dibuat berdasarkan
diagnosa keperawatan yang muncul dan mengacu pada Nursing Intevention
Clasification (NIC ) yang disesuaikan dengan kondisi Tn. D. Implementasi
yang sudah dilakukan yaitu mengkaji adanya peningkatan JVP, edema, dan asietes;
mengukur TTV; memantau intake dan utput cairan; memantau turgor kulit, mukosa
bibir, dan haluaran urin; memantau albin serum, urum, dan kreatinin; memonitor
Hb, Ht, konjungtiva, keluhan, menginsfeksi luka ulkus di dekat ibu jari kaki
kanan; memotivasi klien menghabiskan makanan, memonitor BU dan BB klien, memantau
GDS, kalium, serta albumin; memberikan insulin novoravid 12 unit; memberikan
obat smecta 1 sachet dan KSR 600mg.
D. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan implementasinya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kegiatan yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi tindakan (Ignatavicus
dan Bayne, 1994 dalam Effendi dan Makhfudli, 2009).
Tujuan evaluasi adalah melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan sehingga perawat dapat mengambil keputusan (Effendi dan
Makhfudli, 2009).
Proses evaluasi terdiri dari dua
tahap, yaitu mengukur pencapaian tujuan klien serta gejalanya; dan
membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Effendi
dan Makhfudli, 2009).
Hasil evaluasi yang didapat dari Tn.
D meliputi data subjektif dan data objektif. Sampai pada tanggal 2 Februari
2014 : klien mengatakan bengkak di kedua tangan dan kaki serta wajah sudah
berkurang, urin masih sedikit dan pekat masih pusing, BAB 2 kali kuning cair,
makanan habis satu porsi, tidak mual lagi; data objektif didapatkan edema (+)
di wajah, kaki, dan tangan, JVP 5+1, S: 36, 8 oC, intake 300 ml, output cairan
165 ml balance +135, turgor kulit<3 detik, mukosa bibir lembab, CRT 3 detik,
akral hangat, konjungtiva anemis, BU 10x/menit, GDS 326 g/dl, muntah (-)
sehingga masalah kelebihan volue cairan
teratasi sebagian, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi sebagian,
dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh juga teratasi
sebagian.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gagal Ginjal
adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga
akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan
elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium
dan kalium didalam darah atau produksi urine.
Etiologi gagal ginjal antara lain meliputi : Infeksi,
peradangan, hipertensi,
diabetes militus, gout, penyalahgunaan analgesic.
5.2 Saran
Sebagai perawat
seharusnya kita memiliki keterampilan yang mumpuni dalam mengatasi kasus –
kasus dengan tingkat kegawatan yang tinggi. Oleh sebab itu perawat dianjurkan
mengikuti banyak pelatihan-pelatihan terkait dengan penanganan kegawat
daruratan.
DAFTAR
PUSTAKA
Brooker,Chris.2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
Boswick, John A. 2001. Perawatan
Gawat Darurat. Jakarta : EGC
Hudak, Carolyn H. 2002. Keperawatan
Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.
Krisanty, Paula.
2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : CV Trans
Infomedia.
Lumenta, Nico A, dkk.
1992. Penyakit Ginjal. Jakarta : Gunung Mulia.
Smeltzer,C.Suzanne&Bare,G.Brenda.
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-bedah.Edisi 8
volume2.Jakarta:EGC
Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D. 2002. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : FKUI
Reza, Syahbandi. 2013. “ASKEP gagal ginjal
Ners_Nurse Blog”, (online), (http://nersrezasyahbandi.blogspot.com/2013/04/vbehaviorurldefaultvmlo.html?m=1)diaksestanggal 28 september 2014

Thanks for sharing interesting information about MAKALAH Asuhan. To get more details about Guedel Airways visit our website.
ReplyDelete